TRIBUNJATIMTIM.COM, PASURUAN-Kasus kekerasan terhadap anak kembali terjadi setelah kasus kekerasan Mario, anak pejabat yang tega menganiaya David hingga koma viral di media sosial.
Kali ini, beredar sebuah video yang mempertontokan kekerasan terhadap pelajar alias anak di bawah umur . Perundungan atau bullying kembali menjadi hantu bagi anak-anak Indonesia.
Dalam video tersebut, jelas terekam aksi pemukulan dan penganiayaan sekelompok remaja kepada remaja yang masih menggunakan seragam sekolah.
Usut punya usut, ternyata video itu diambil di sebuah kawasan di Desa Sukoreno, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kejadian itu terjadi di Pasuruan.
Informasi yang didapatkan, kasus kekerasan terhadap anak tersebut dilakukan oleh para remaja yang saling kenal. Untuk sementara, motif kekerasan ini akibat hal sepele.
Kasatreskrim Polres Pasuruan AKP Farouk Ashadi Haiti mengatakan, pihaknya sudah mengamankan empat remaja yang diduga pelaku kekerasan.
Mereka adalah D, H, T dan A. Keempatnya sudah diamankan sekalipun mereka masih anak-anak. Mereka diduga kuat dengan sengaja menganiaya korban, N.
“Kasus masih dalam pengembangan lebih lanjut. Sedangkan pelaku penganiyaan sudah kami amankan,” katanya, Jumat (3/3/2023).
Disampaikan dia, antara pelaku dan korban ini saling mengenal. Mereka adalah teman bermain. Ia mengaku, motif penganiayaan ini karena hal sepele.
“Informasi yang didapatkan, mereka ini melakukan itu karena kecewa dengan korban yang tidak mau kumpul dan membalas pesan di grup WA,” jelasnya.
Menurut Kasat, saat ini pihaknya sedang mendalami kasus ini. Ia menyebut, anggota sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sebelumnya kasus penganiayaan juga terjadi di daerah lain, beberapa waktu lalu.
Sutrisno (23) dan Dodi Kurniawan (34) babak belur dikeroyok gerombolan pemuda gara-gara kaus bertuliskan Mbah Nggolo
Pengeroyokan ini terjadi di Jalan Raya Desa Selorejo, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jumat (2/12/2022) pukul 22.15 WIB.
Kejadian bermula saat mengendarai sepeda motor, berpapasan sekelompok remaja yang konvoi motor berjumlah sekitar 100 orang.
"Sekelompok remaja ini mengenakan atribut sebuah perkumpulan. Diduga keduanya berasal dari kelompok yang berseberangan," terang Kasi Humas Polres Tulungagung, Iptu M Anshori, Rabu (7/12/2022).
Sekelompok remaja serba hitam ini terpancing saat membaca tulisan Mbah Nggolo di kaus korban.
Gerombolan besar ini menyerang Sutrisno dan Dodi hingga terjatuh dari sepeda motor.
Salah satu di antara massa ini merampas kaus milik korban yang bertuliskan Mbah Nggolo tadi.
selain itu ponsel milik korban merek Vivo juga diambil.
Korban sempat berteriak minta tolong kepada warga sekitar.
Namun teriakan itu malah direspons dengan pukulan bertubi-tubi oleh massa.
"Akibat pengeroyokan ini korban mengalami luka lebam dan lecet di bagian wajah, kaki serta tangan," sambung Anshori.
Malam itu juga kedua korban melapor ke Polsek Ngunut.
Polisi lalu melakukan penyelidikan untuk mengungkap para pelaku.
Unit Reskrim Polsek Ngunut bersama Unit Resmob Macan Agung Satreskrim Polres Tulungagung menangkap 10 orang terduga pelaku pada Selasa (6/12/2022) pukul 14.00 WIB.
"Nama-nama 10 orang ini dikantongi dari hasil penyelidikan. Mereka diamankan dari lokasi yang berbeda," tutur Anshori.
Setelah melakukan penyidikan, dari 10 orang ini dua di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Edrin Hendrika (19) asal Desa Sumberejo Kulon, Kecamatan Ngunut dan Ilham Wahyu Saputra (19) warga Desa Maron, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar.
Mereka dikenakan pasal 170 KUHPidana tentang pengeroyokan.
"Kedua orang ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di Rutan Polres Tulungagung," ujar Anshori.
Edrin dan Ilham terancam hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Anshori menegaskan, kepolisian akan menindak tegas segala bentuk kekerasan yang dilakukan di wilayah hukum Kabupaten Tulungagung.
Hal ini untuk merespon seringnya aksi kekerasan yang dilakukan massa dari organisasi tertentu.
"Perilaku kekerasan ini adalah tanggung jawab individu karena itu dilakukan bukan atas perintah organisasi. Kami akan tindak pelakunya tanpa memandang latar belakang organisasinya," pungkas Anshori.
Kasus pembullyan juga terjadi di Bandung.
Sebelumnya, viral di media sosial video aksi perundungan atau bullying siswa SMP pada Jumat (18/11/2022) malam.
Video berdurasi 21 detik itu merekam sekelompok siswa SMP berseragam batik biru tengah merundung kawannya.
Sekelompok siswa itu memasangkan helm kemudian secara bergantian mereka menendang dan memukul korban di bagian kepala.
Kemudian korban tak berdaya hingga jatuh tersungkur ke lantai.
Lantas, korban juga ditindih oleh salah satu siswa. Keterangan dalam video menyebut telah terjadi bullying di SMP Plus Baiturrahman, Bandung.
"Bullying di SMP Plus Baiturrahman, Bandung. Kejadian siang ini pada jam sekolah. Korban adalah keluarga kawan saya, dilarikan ke RS setelah pingsan. @disdik_bandung @RESTABES_BDG," tulis pengunggah.
Setelah viral, akhirnya kasus ini ditangani pihak kepolisian dan sekolah.
Dikutip TribunJatim.com dari TribunJabar, pihak SMP Plus Baiturrahman, mengakui video perundungan siswa yang viral di media sosial Twitter, terjadi di pada Kamis 17 November 2022.
Kepala Sekolah SMP Plus Baiturrahman, Saefullah Abdul Muthalib mengatakan, peristiwa itu terjadi pada jam ke tiga pelajaran.
"Kebetulan guru jam ke tiga itu sedang ke luar kelas sebentar, ketika itu anak-anak membuat game," ujar Saefullah, saat ditemui di SMP Plus Baiturrahman, Jalan Nagrog, Kota Bandung, Sabtu (19/11/2022).
Menurut dia, game yang dimainkan siswanya itu adalah tebak-tebakan.
Korban dipasangkan helm, kemudian dipukul oleh temannya dari belakang.
"Kemudian menebak siapa (yang memukul) itu permainannya, tapi lama kelamaan bukan dengan tangan, tapi dengan kaki salah seorang (siswa) sampai tiga kali pukulan dengan kaki," katanya.
Korban akhirnya mengalami pusing, sampai terjatuh.
Pihaknya membantah jika korban pingsan.
"Tidak (pingsan) memang ada yang menginformasikan pingsan, tapi tadi saya tanya katanya tidak pingsan anak itu, setelah ditendang kemudian dia jatuh itu bukan pingsan, pusing mungkin," ucapnya.
Lalu Saifullah Abdul Muthalib mengatakan, para pelaku perundungan telah diberi sanksi berupa teguran dan belajar daring.
"Kita ada pemberian efek jera kepada pelaku itu melalui teguran, nasihat, dan mungkin tidak akan melakukan pembelajaran bersama siswa lainnya," kata dia, Sabtu, dilansir TribunJatim.com dari Kompas.com.
Pihaknya berharap pelaku mendapat efek jera dengan diberikan sanksi tersebut.
Selain itu, peristiwa tersebut juga diharapkan menjadi cermin bagi siswa lainnya agar tidak terulang kembali.
Selepas kejadian tersebut, pihak sekolah memberikan pendampingan bagi korban.
"Jadi setelah adanya ini kita akan lakukan pembelajaran secara daring karena ini kan baru, jadi untuk sementara mereka yang menjadi pelaku itu masih dikasih kesempatan belajar tetapi dari rumah," ucap dia.
"Kami memberikan peringatan kepada pelaku untuk tidak mengulangi lagi dan keluarga korba pun menerima asal tidak mengulangi lagi. Mudah-mudahan saja ini tidak terjadi lagi," jelas dia.
Di sisi lain, Yudarmi, orang tua siswa korban bullying, menyebut jika anaknya sudah sering dirundung teman-teman kelasnya.
Ia menjelaskan anaknya kerap diludahi bahkan seragamnya dicoret-coret dengan pulpen.
"Kalau yang sudah membahayakan, baru ini saja. Kalau biasa-biasa diludahi, dicoret bajunya penuh tinta, sudah sering, teman-temannya ngomong juga," ujar Yudarmi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (19/11/2022).
Menurut Yudarmi, anaknya memang pendiam dan tidak bicara jika mendapat perundungan dari teman-temannya.
"Anak saya memang pendiam tidak ngomong, seperti di video dia diam saja tidak melawan sama sekali," katanya.
Korban kini mengalami trauma dan menjadi malas bersekolah karena takut.
"Sekarang masih ada pusing-pusing dan trauma, tadi pagi dia malas sekolah karena takut," ujar Yudarmi.
Yudarmi mengaku sudah membawa anaknya ke Rumah Sakit untuk dilakukan pemeriksaan.
Ia pun memastikan selama proses itu, pihak sekolah tidak memberikan pendampingan atapun datang untuk menjenguk anaknya.
"Tidak ada sama sekali (pendampingan pihak sekolah) cuma saya, orang tua saja," katanya.
Saat ini, pihaknya memutuskan untuk menempuh jalur hukum dengan membuat laporan ke Polsek Ujungberung.
"Tetap jalur hukum," katanya.
"Tadi saya sudah ngomong kepada Kepala Sekolah, saya mengajukan dua pilihan, pertama anak ini (pelaku) di keluarkan, atau anak saya (korban) saya tarik dan saya akan lanjut (proses hukum) dan tadi pihak sekolah sudah membuat keputusan, anak ini (pelaku) di rumahkan saja, jadi belajarnya di rumah saja sampai selesai karena paling kelas tiga cuma beberapa bulan lagi," ucapnya.
No comments: