TRIBUNJATIM.COM - Pinjol alias pinjaman online kerap menjadi beban bagi sebagian orang.
Pinjaman dana yang tak diatur dengan bijaksana hanya akan menimbulkan stres dan beban finansial.
Kondisi ini biasa terjadi ketika seseorang gegabah mengajukan pinjaman tanpa meninjau pro kontra yang akan mereka hadapi di masa mendatang.
Seperti yang dialami guru SD di Wonogiri.
Utang yang semula hanya Rp 3 juta kini menjadi Rp 90 juta.
Sosok guru SD di Wonogiri kini tengah depresi karena terlilit utang.
Tak hanya merugikan utang pinjol guru SD asal Wonogiri tersebut dirasa tak masuk akal perhitungannya.
NR (36) seorang warga Wonogiri terjebak dalam jeratan pinjaman online (pinjol).
Perempuan yang berprofesi guru SD itu kini terjerat utang dari aplikasi pinjol mencapai lebih dari Rp 90 juta.
Padahal, awalnya dia hanya meminjam tak lebih dari Rp 3 juta.
Saat ditemui TribunSolo.com, Jumat (23/12/2022) di Mapolres Wonogiri, NR bercerita awal mula dia mencoba berutang melalui pinjol yakni pada Juni 2022 lalu.
Dia yang saat itu sangat butuh uang untuk memenuhi kebutuhan, terpaksa meminjam uang melalui aplikasi Easycash, pinjol yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
NR mengaku saat itu meminjam uang sekitar Rp 3 juta, dengan tenor atau jangka penyelesaian cicilan sebelum jatuh tempo, selama dua pekan.
“Jujur saja saya pinjam itu karena lagi butuh uang, kepepet untuk kebutuhan sehari-hari,” kata dia, kepada TribunSolo.com.
Saat jatuh tempo, ia belum bisa melunasi pinjaman.
Dia kemudian mengunduh aplikasi lain dan meminjam uang lagi di aplikasi itu untuk melunasi utang di pinjol sebelumnya.
Tak sekali dua kali, NR melakukan tindakan gali lubang tutup lubang.
Dia melakukan tindakan itu hingga Oktober 2022.
Nilai pinjaman awal yang nilainya hanya sekitar kurang lebih Rp 3 juta, membengkak menjadi puluhan juta, itu hasil utang dari beberapa aplikasi pinjol.
"Saking banyaknya aplikasi pinjol legal yang saya gunakan, saya tidak bisa lagi registrasi di aplikasi pinjol legal, nama saya terblokir. Padahal saya harus melunasi utang-utang kepada aplikasi pinjol sebelumnya,” aku NR.
Tak kehilangan akal, NR kemudian mengunduh aplikasi pinjol ilegal yang belum terdaftar di OJK.
Di aplikasi itu, NR berutang sebesar Rp 2 juta, tapi hanya setengah yang ia terima.
Adapun tenor dari aplikasi itu hanya sepekan, namun sebelum jatuh tempo, NR sudah ditagih melalui pesan singkat dan sambungan telepon.
Aksi gali lubang tutup lubang kembali dilakukan NR, ia lantas meminjam uang dari di aplikasi yang sama, namun produk yang berbeda secara berulang, hingga akhirnya ia mempunyai tunggakan sebesar Rp 40 juta.
“Jadi untuk melunasi utang di satu produk pinjol ilegal itu, saya harus pinjam di dua produk pinjol ilegal lain di dalam aplikasi itu. Per hari ini sudah ada 45 produk yang saya lunasi, ada beberapa yang belum," jelasnya.
Yang membikin parah, jika sudah jatuh tempo namun belum bisa melunasi, maka tenornya diperpanjang.
Setiap perpanjangan tenor, utang NR bertambah Rp 800-900 ribu.
Dia mengaku juga mendapat teror melalui pesan dan telepon.
Aplikasi itu juga menyebarkan data privasi NR ke kontak yang ada di handphone-nya.
"Mereka menyabarkan foto KTP saya dan foto saya,” katanya.
Segala usaha sudah NR lakukan agar terlepas dari jerat pinjol. Ia sudah menjual dua sepeda motor matic untuk melunasi hutangnya.
Namun itu belumlah cukup, sehingga ia mengaku keadaan itu berdampak ke kondisi psikologis dan sosialnya.
Sebab jika dihitung utang dia mencapai lebih dari Rp 90 juta.
"Saya depresi, tidak tahu lari kemana. Jujur saya sempat ingin menyerah dengan hidup ini. Saya ceritakan ke keluarga baru kemarin," jelasnya.
"Syukur keluarga mendukung saya walaupun sempat kaget. Saya dianjurkan untuk lapor ke Polisi. Alhamdulillah setelah dari sini mulai tenang," imbuh dia.
Kasubsi Penmas Humas Polres Wonogiri Aiptu Iwan Sumarsono menuturkan NR tidak melaporkan secara resmi kejadian itu. NR hanya mengadu dan meminta solusi.
"Kami mengimbau masyarakat bisa hati-hati saat hendak meminjam uang lewat pinjol. Harus diperhatikan resikonya, dicek sudah berizin atau terdaftar di OJK atau belum. Jangan sampai pakai yang ilegal," ujar Iwan.
Soal teror yang diterima NR, Iwan mengaku belum bisa berbuat banyak. Kendati demikian, Polisi siap jika NR membutuhkan bantuan, Polisi juga siap bertindak jika NR mendapat ancaman fisik.
"Hal tersebut kasus perdata. Karena itu yang bersangkutan perlu melunasinya. Terkait ancaman, jika memang jiwa merasa terancam bisa melapor ke polisi," tandas dia. (*)
No comments: