Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi pembicaraan publik lantaran bakal dijadikan tempat pernikahan semua penganut agama, tidak hanya Islam saja.
Rencana itu disampaikan langsung oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 24 Februari lalu.
"Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentra pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama," kata Yaqut dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (24/2).
Menurut Yaqut, pengembangan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan semua agama akan membuat data-data pernikahan dan perceraian bisa lebih terintegrasi dengan baik.
Selain itu, Yaqut juga berharap aula-aula yang ada di KUA dapat menjadi tempat ibadah sementara bagi umat non-Muslim yang masih kesulitan mendirikan rumah ibadah sendiri karena faktor ekonomi dan sosial.
"Bantu saudara-saudari kita yang non-Muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Tugas Muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan perlindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya," ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendukung rencana tersebut. Menurutnya, itu ide bagus lantaran semua agama bisa mendapatkan pelayanan yang sama.
"Saya dukung penuh itu kan namanya aja KUA, Kantor Urusan Agama bukan Kantor Urusan Agama tertentu, KUA bukan KUI karena itu kalau semua agama mendapatkan pelayanan yang sama di satu kantor itu saya kira bagus," kata Muhadjir di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (27/2).
Muhadjir menyebut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan merupakan hal teknis. Dalam aturan itu, pernikahan muslim dicatat KUA, sementara umat agama lainnya dicatat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Sementara itu, politikus PKS Hidayat Nur Wahid mengkritik rencana tersebut. Menurutnya, bisa memicu disharmoni jika KUA difungsikan untuk semua penganut agama.
"Usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non-muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam," kata HNW lewat keterangan tertulis, Selasa (27/2).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) juga meminta agar ada pertimbangan lebih matang.
Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI Henrek Lokra mengatakan negara sudah benar mengurus administrasi kependudukan. Di sisi lain, gereja bertugas memberkati pernikahan.
"Sebaiknya dipertimbangkan dengan matang. Sebab di Kristen, pernikahan itu urusan privat, dan tempatnya di catatan sipil. Gereja bertugas memberkati sebuah pernikahan yang adalah wilayah privat seseorang," kata Henrek lewat pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/2).
Berbeda halnya dengan Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) yang mengapresiasi rencana Menteri Agama menjadikan KUA untuk pernikahan semua agama.
Jika rencana itu terealisasi, ia berharap KUA mampu mengakomodir kebutuhan semua agama serta dapat menjadi pusat penyelesaian permasalahan keumatan di lapangan.
"Prinsipnya kami mengapresiasi ide dan terobosan Menag," kata Ketua Bidang Organisasi PHDI, Suresh Kumar saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (26/2).
No comments: